Malam itu sebal sekali aku padanya, gimana tidak? Selepas pulang dari kampus kakak-sapaan kesayanganku, kebiasaannya selama musim panas, adalah sesampainya di rumah segera mencopoti baju luar dan digeletakkinnya begitu saja di lantai pada ujung lorong pintu masuk rumah kami, selalu disitu, tidak ditempat lain!. Sampai aku bertanya-tanya dlm hati, ada magis apa di pojok lorong itu? apa dlm imejnya ada keranjang baju kotor kah disitu?? Kemudian selanjutnya pasti dia segera menyalakan tipi dan memindahkan channel ke bagian olahraga baseball–salah satu acara terfavoritnya selama musim panas ini–tanpa permisi2 dulu pada penghuni sebelumnya yg lebih duluan nongkrong di channel yg lain, sambil melepas kaus kaki dan menggeletakkannya kembali di samping meja, ahhh bukan hanya disitu, kadang diletakkannya begitu saja tepat dia berpijak, gemas aku dibuatnya. Kalau kaus kaki itu aku biarkan tiga hari, sudah pasti ada tiga kaus kaki dalam tempat terpisah. Terkadang aku harus menyiuminya terlebih dulu utk membedakan apa ini yang kotor atau jatuhan saat aku mengangkat jemuran. WAKKK BAUUU!!!. Tak ketinggalan celana panjang nya pun dilemparnya di bawah meja makan, fuiihhhh.
"KAKAKKK, emangnya disini, disini dan disitu tuh keliatan spt keranjang cucian yah Kak?", celetukku seketika membuyarkan konsentrasinya.
"Eh, eh," katanya masih belum ngeh dengan maksud pembicaraanku.
"Ini loh…" kataku kesal.
"Hehehehe…" baliknya lagi. Balik lagi matanya ke arah layar televisi. Sepertinya ucapanku tak didengarnya, tak ada artinya baginya. HUHH!!.
"Coba dong kak, apa sih susahnya taruh di dalam mesin cuci, itung2 kan ngeringanin kerjaanku…apalagi perutku kan udah tambah besar nihh," protesku.
"Hehehehe…, kan sebentar lagi penderitaanmu berlalu say," candanya pada diriku yang seringkali meminta dirinya memijit bagian belakang tubuhku. Maklumlah, kehamilanku kini sudah memasuki bulan ke 6, seringkali aku merasa nyeri di bagian belakang tubuhku.
"Ini baju masih mau dipake lagi apa ngga, kak? kalau masih dipake lagi, mbok ya digantung disitu,"
"Itu tuh kebiasaan kamu, gantung semuaa, tuhhh liat udah penuh gantungan sama gantungan kamu, ngga bisa liat gantungan kosong," katanya sambil nunjuk ke tiang gantungan yang menghiasi dinding kamar kami.
"Hehehe…" gantian aku yang nyengir sekarang.
"Yah daripada di geletakkin di lantai, masih mending disitu…" kataku berusaha membela diri sendiri.
HUHH POKOKNYA SEBAL AKU!!
—
Tahun-tahun awal pernikahan kami, kebiasaannya itu aku anggap biasa, dan ngga ada komentar apapun ttg itu, hehehe, maklum deh namanya juga pengantin baru. Kebiasaan buruk menjadi hal yang indah saja. Saat itu pun dia tidak seperti skrg ini, setidaknya kebiasaan buruknya tidak lebih parah, hehehe. Begitu pun mungkin aku. Awal2 pernikahan masing2 masih Jaim, alias jaga imej, hehehe.
Tapi sekarang, dimana toleransiku? aku sudah mulai protes dgn kebiasaan buruknya. Apalagi setelah lahir anak pertama, dimana kesibukanpun bertambah. Jadi mikir aku, apa nanti sth anak kedua lahir, toleransiku malah hilang, hehehe.
Kalau anak balita tumbuh-kembangnya pasti ke arah kemajuan, tapi dlm suatu pernikahannnn wahhh nanti dulu, justru kebiasaan buruk bisa menjadi lebih buruk, kebiasaan tidak wajar menjadi wajar, akhirnya terbiasa sudah. MENGERIKAN!
Ternyata bukan hanya dia, diriku pun sama, sama-sama punya kekurangan, yah perihal gantungan itu salah satunya. Aku ngga pernah sadar hal itu ternyata mengganggu dirinya sama seperti kebiasaanya menggeletakkan apapun sembarangan.
Kalau dipikir-pikir emang manusia ngga ada yang sempurna, pasti ada saja kekurangannya. Disitulah rasa pengertian dan saling memahami diperlukan satu sama lain agar pernikahan tetap harmonis, amin. Ahhh mudah2an kami bisa melewati tahapan ini dgn bijak dan lapang dada. Bukankah Allah memberikan pahala atas suatu pekerjaan baik yang dilakukan dgn ikhlas? Bersyukur saya memiliki suami yang ngga pernah marah dan memerintah. Dimana rasa bersyukur saya?
—-
Dengan penuh cinta untuk semua…
Jumat, 9 Juni 2006
Tidak ada komentar:
Posting Komentar