Sepatah Kata

SEPATAH KATA SEMANIS KURMA...

Seperti halnya kereta dengan gerbong-gerbongnya yang panjang, kehidupanku pun demikian. Diantara gerbong-gerbong hidupku mungkin ada kamu--my beloved family, my dearest friend yang membuat kereta kehidupan-ku menjadi penuh arti dan sesak dengan canda dan tawa. Untuk Cintaku, aku akan selalu menemanimu dan terus mendukungmu sampai kapanpun, sampai bila-bila, dan untuk keluargaku nun jauh di Indonesia (Jakarta dan di Lampung) one day we will meet again I promise, dan untuk sahabat-sahabatku tetaplah jadi temanku yang selalu menemaniku anytime anywhere.

Kereta kehidupan akan bertutur tentang diriku, dan kehidupanku disini, di negara yang masih baru bagiku Malaysia, di sebuah negeri yang terkenal dengan pantai timurnya, dengan hutan tropikalnya yang cantik, serta laut-lautnya yang tetap dibina semula jadi (natural), yah negeri Pahang Darul Makmur dengan bandar (ibukota) Kuantan, bersama suami dan anak-anakku tercinta.

Dan untuk teman-teman dunia mayaku yang baru aku kenal, salam kenal ya... mudah-mudahan kita bisa menjadi teman juga ya... *_^


Daisypath Anniversary tickers

Selasa, 30 Juni 2009

Ada rindu di matanya

"Untuk para ibu yang mungkin pernah mengalami perasaan seperti ini.."

---
"Mama…" teriak gadis kecil bercelana panjang itu manakala melihatku keluar dari kamar bersalin 724 itu.
Gadis kecil berambut pendek itu tak lain adalah putriku yang empat malam belakangan ini berpisah dariku. Sore itu dalam balutan celana panjang merah tua dan kaos lengan panjang serta tas thomasnya berlari untuk memelukku. Kusambut pelukannya dgn rindu yang teramat sangat.

"Nami tadi gimana sekolahnya, suka?", oia hari itu adalah hari pertama dimana dia mulai dititipkan di nursery school untuk 3 hari lamanya hingga aku diperbolehkan pulang ke rumah.
"Tadi Nami nangis di sekolah, Nami ditinggal Papa…", katanya mengadu."Sebentar ya, mama masukkin adek dulu" sambil kudorong masuk keranjang bayi tempat si adek tertidur pulas dan menghabiskan hari2nya di rumah sakit ini.

Di rumah sakit ini, pengunjung yang hanya boleh berjumpa denganku langsung di dalam kamar dan diperbolehkan memegang si bayi adalah hanya suami saja, tidak begitu dengan anak. Anak kecil tidak diperkenankan masuk ke kamar. Anak sulungku dan papanya jadi terpaksa tidak dapat bersua langsung dengan si adek dan hanya puas memandang dari balik kaca.

"Mama, mau liat adek" katanya seraya minta digendong Papa agar dapat melihat si adek dari balik kaca."Lihat tuh adek lagi bobo, kawai ya…", ujar suamiku pada putri sulungku.
Kubiarkan mereka sebentar asik memandang adek dari balik kaca. Tampak bayi-bayi lain juga berjejer disamping adek. Bayi-bayi polos ini tampak begitu lugu dan manis sekali.
Udah yuk, ngobrol di luar aja, ajakku pada suamiku. Maklum suara gadis kecilku ini membahana sampai ke ujung lorong kamar bersalin. Hehehe.

"Tadi di sekolah kenapa nangis? kan banyak teman di sekolah…" lanjutku pada Nanami. "Iya, Nami nangisss…"
Ahhh terdengar sedih sekali perkataannya. Apa yah perasaannya saat itu ditinggal sendirian? Saya bisa merasakannya. Sambil berjalan ke ruang tunggu kami saling curhat.
"Besok ngga boleh nangis lagi yah, kan sorenya dijemput Papa lagi, terus ketemu mama di rumah sakit""Iya…, ngga boleh nangis", katanya mengulang kata-kataku."Tadi di sekolah belajar apa?"Dengan sigap jari-jarinya yang mungil langsung mengeluarkan kumpulan kertas bergambar dari dalam tas thomasnya. "Belajar warna…""Coba mama liat, wahhh bagus yah…" kataku mengomentari tumpahan warna yang hilir mudik menerobos garis. Hehehe…"Tadi di sekolah, kalau pipis bilang ngga?"Bilang, osikko osikko sensei…" sambil kedua kakinya diperagakan spt menahan pipis. Hihihi."wahh pinter dong kakak Nami""Onichan berak di celana, ihh malu…" ceritanya ttg seseorang teman di sekolah."Ngga boleh berak celana, beraknya di toilet dong" katanya menegaskan. Kata-kata yang sering kali aku ucapkan padanya."Toiletnya kecill bener…" tambahnya lagi. Sudah lupa dia akan kesedihannya tadi. Dia asik saja berceloteh padaku.

"Ehhh, mama punya yogurt, ini buat kakak Nami", sodorku padanya yang disambut dgn senang sekali melihat cemilan kesukaannya. Kusisihkan utknya saat makan siang tadi. "Wahh yogurt.., ayo buka Ma…""Dibeliin yogurt ngga sama Papa?" seraya melirik si Papa yang senyam senyum sendiri."Ngga…""Dibacain buku ngga sama Papa?" checkku lagi."Ngga…"Aku tanya pada suamiku apakah dia suka minta dibacakan buku selama aku di rumah sakit. "Dia ngga pernah minta dibacakan buku" kata suamiku.

Ohh gitu. Hal yang berbeda manakala ia bersamaku. Bisa lima buku dalam satu waktu minta ia bacakan. Mungkin dia kelelahan dgn ritme yg berbeda belakangan ini. Kulihat dirinya asik menghabisi yogurt pemberianku. "Besok bawa buku KAKAK NISAnya yah kesini, nanti mama bacain""Papa, buku kakak nisanya mana?" katanya pada suamiku"Yah di rumah, besok kita bawa ya…"

Tiba-tiba dia menghampiriku dan menyenderkan kepalanya di pahaku. Aku tersentak kaget. Kubelai rambutnya yang tipis kecoklatan itu. Tak terasa mata ini mulai membasah. Ahh, ternyata anak ini merindukanku sangat. Rindu yang sama kurasakan. Kulirik suamiku di kursi didepanku, ada merah di matanya. Ahhh baru saja empat hari kami sudah saling merindu seperti ini. Kupeluk dirinya sambil berkata aku tak akan lama lagi pulang.
"Sekarang malam hari dia suka ngigau manggil mamanya", kata suamiku.
Kontan air mata ini berjatuhan. Ahhh Kakak Nami maafin mama ya…
"Yah udah, udah sore, mama mau mau kasih adek minum susu dulu ya…""Besok kakak Nami datang lagi yah…jangan lupa bawa Kakak Nisanya", tambahku.Dia menggeleng. Dia tak ingin pulang. "Iyah besok kita datang lagi" ujar suamiku padanya.
"Byee" kataku"Bye Mama, sampai jumpa ya…" katanya mengakhiri.

Kini aku bukanlah ibu utk Putri sulungku sajaTapi aku juga ibu bagi putra sulungku.Aku juga bukanlah ibu bagi anak lelakikuTapi aku jugalah ibu bagi anak perempuankuKini aku harus bisa berlaku adil pada keduanyaBagi mereka yang teramat aku sayangi…

--Di suatu senin sore hari, 2 Oktober 2006, Fitri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar